Anita Putri Utami
1103571389
Al-Islam
III/Akuntansi
Pembahasan
dan Pendapat Empat Madzhab mengenai mustahiq.
Mustahiq
adalah orang-orang yang berhak
menerima zakat adalah hanya mereka yang telah ditentukan oleh Allah dalam
al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60.
1.
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali[2]
- Imam Hanafi : Orang faqir adalah orang yang
mempunyai harta kurang dari satu nishob.
- Imam Maliki : Orang faqir adalah orang yang
mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak mencukupi untuk keperluannya
selama satu tahun.
- Imam Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak
mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua)
keperluannya dan tidak ada orang yang menanggungnya.
- Imam Hambali : Orang faqir adalah orang yang tidak
mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya
- Dr. Yusuf Qardhawi: Orang yang tidak mempunyai harta
dan usaha sama sekali, atau mempunyai harta atau usaha tetapi tidak
mencukupi untuk diri sendiri dan keluarganya ( penghasilan tidak
memenuhibseparuhbatau kurang dari kebutuhan)mata pencaharian, tetapi
penghasilannya tidak mencapai separuh dari yang dibutuhkannya.
2.
Miskin adalah orang yang mempunyai sedikit harta untuk dapat
menutupikebutuhannya , akan tetapi tidak mencukupi.[3]
- Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang yang tidak
mempunyai sesuatu apapun.
- Imam Maliki : Orang miskin ialah orang yang tidak
mempunyai sesuatu apapun.
(menurut
keduanya orang miskin ialah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk
dari
orang faqir )[4]
·
Imam
Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
·
Imam
Hambali : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
·
Dr.
Yusuf Qardhawi: Orang yang mempunyai mata pencaharian, dan penghasilannya
mencapai separuh atau lebih dari yang dibutuhkan, namun belum mencukupinya.
3. Amil
menurut kesepakatan semua Imam Madzhab, adalah orang yang bertugas mengurus dan
membagikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Dengan syarat: - mengerti
tentang zakat
- dapat dipercaya.
4.
Muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan asih lemah imannya.[6]
- Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak
zaman kholifah Abu Bakar As-Shiddiq.
·
Imam
Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu
1. Orang kafir yang
ada harapan masuk islam.
2. Orang yang baru
memeluk islam.
·
Imam
Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang muallaf,
1.
Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya.
2. Orang islam yang
berpengaruh dalam kaumnya dengan harapan orang disekitarnya akan masuk islam.
- Imam Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada
harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan
masuk islam karena pengaruhnya.
5.
Riqob adalah memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir.
- Imam Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah
dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau
dengan harta lainnya.
- Imam Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang dibeli
dengan uang zakat dan dimerdekakan
- Imam Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang
dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya.
- Imam Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan
oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang yang telah
ditentukan oleh tuannya.
- Menurut H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia
dalam Panduan Pintar Zakat, yang dimaksud hamba sahaya yang disuruh
menebus dirinya ialah seorang budak hamba sahaya, baik laki-laki maupun
perempuan yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh memerdekakan
dirinya dengan syarat harus menebusnya atau membayarnya dengan sejumlah
harta tertentu. Hamba ini diberi zakat sekadar untuk memerdekakan dirinya.
Namun, mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat
mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas
ulama fikih (jumhur). Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini
masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan dan membantu
bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya.
6.
Ghorimin adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
- Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang yang mempunyai
hutang, sedangkan hartanya diluar hutang tidak cukup satu nishob. Dan ia
diberi zakat untuk membayar hutangnya.
- Imam Maliki : Ghorimin adalah orang yang berhutang
sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya. Dan diberi
zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
- Imam Syafi’i : Mempunyai beberapa pengertian tentang
ghorimin yaitu,[7]
-
orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
-
orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
-
orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.
- Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian tentang
ghorimin yaitu,
-
orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
- orang yang
berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia
sudah bertaubat.
- Yusuf al Qaradhawi mengemukakan salah satu kelompok
yang termasuk gharimin adalah Berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri
1. kelompok pertama,
adalah orang yang mendapatkan berbagai bencana dan musibah, baik pada dirinya
maupun hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk meminjam bagi dirinya
dan keluarganya. Dalam sebuah riwayat di kemukakan oleh Imam Mujahid, ia
berkata, tiga kelompok orang yang termasuk mempunyai utang: orang yang hartanya
terbawa banjir, orang yang hartanya musnah terbakar, dan orang yang mempunyai
keluarga akan tetapi tidak mempunyai harta sehingga ia berutang untuk menafkahi
keluarganya itu.
2. Kelompok kedua
adalah kelompok orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang atau pihak
lain. Misalnya orang yang terpaksa berutang karena sedang mendamaikan dua pihak
atau dua orang yang sedang bertentangan, yang untuk penyelesaiannya membutuhkan
dana yang cukup besar. Atau orang yang dan kelompok orang yang memiliki usaha
kemanusiaan yang mulia, yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan usaha
lembaganya. Misalnya yayasan sosial yang memelihara anak yatim, orang-orang
lanjut usia, orang-orang fakir, panitia pembangunan masjid, sekolah,
perpustakaan, pondok pesantren dan lain sebagainya.
* Sumber: Oleh: KH. Didin Hafidhuddin
(Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional) dan Hukum Zakat
7.
Fisabilillah adalah orang yang berada dijalan Allah.[8]
- Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara yang
berperang pada jalan Allah.
- Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara,
mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
- Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara yang
membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak
mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
- Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara yang
tidak mendapat gajidari pemerintah.
- para ulama yang lain cenderug meluaskan makna fi
sabilillah, tidak hanya terbatas pada peserta perang pisik, tetapi juga
untuk berbagai kepentingan dakwah yang lain.Di antara yang mendukung
pendapat ini adalah Syeikh Muhammad Rasyid Ridha, Dr. Muhammad `Abdul
Qadir Abu Farisdan Dr. Yusuf Al-Qradawi.
Dasar pendapat mereka
juga ijtihad yang sifatnya agak luas serta bicara dalam konteks fiqih
prioritas. Di masa sekarang ini, lahan-lahan jihad fi sabilillah secara pisik
boleh dibilang tidak terlalu besar. Sementara tarbiyah dan pembinaan umat yang
selama ini terbengkalai perlu pasokan dana besar. Apalagi di negeri minoritas
muslim seperti di Amerika, Eropa dan Australia.
-
Siapa
yang akan membiayai dakwah di negeri-negeri tersebut, kalau bukan umat Islam.
Dan bukankah pada hakikatnya perang atau pun dakwah di negeri lawan punya
tujuan yang sama, yaitu menyebarkan agama Allah SWT dan menegakkannya.
-
Kalau
yang dibutuhkan adalah jihad bersenjata, maka dana zakat itu memang diperluakan
untuk biaya jihad. Tapi kalau kesempatan berdakwah secara damai di negeri itu
terbuka lebar, bagaimana mungkin biaya zakat tidak boleh digunakan.
-
Membantu
para du'at Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam di mana kekuatan
itu dibantu oleh para thaghut dan orang-orang murtad, adalah jihad fi
sabilillah.
-
Termasuk
di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan para
pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya pendidikan seorang calon
kader dakwah/ da`i yang akan diprintasikan hidupnya untuk berjuang di jalan
Allah melalui ilmunya adalah jihad fi sabilillah
8. Ibnu
Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.[9]
- Imam Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang
dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya.
- Imam Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang
dalam perjalanan, sedang ia butuh untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan
syarat perjalanannya bukan untuk maksiat
- Imam Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang
mengadakan perjalanan yang bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
- Imam Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang
keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.
- Fatwa an-Nadwah li Qadhaya az-Zakah al-Muashirah
kesembilan terkait dengan Ibnu Sabil:
1) Ibnu sabil adalah musafir dalam arti yang
sebenarnya, sejauh apa pun jarak perjalanannya, yang membutuhkan bekal karena
hilangnya harta atau habisnya bekal, sekalipun dia adalah orang kaya di
negerinya.
2) Syarat memberikan zakat kepada ibnu sabil
adalah:
- Hendaknya
perjalannya bukan perjalanan maksiat.
- Hendaknya dia tidak
bisa mendapatkan hartanya.
3) Ibnu sabil diberi sesuai dengan hajatnya
berupa bekal, perhatian dan penginapan, biaya perjalanan ke tempat yang dituju
kemudian pulang ke negerinya.
4) Ibnu sabil tidak dituntut untuk
menghadirkan bukti atas lenyapnya harta dan habisnya nafkah, kecuali bila
keadaannya tidak menunjukkan hal itu.
5) Ibnu sabil tidak wajib berhutang sekalipun
ada orang yang mau memberinya hutang, dia juga tidak wajib untuk bekerja
sekalipun mampu bekerja.
6) Ibnu sabil tidak wajib mengembalikan sisa
bekal di tangannya dari harta zakat saat dia sudah tiba di negerinya dan
hartanya, sekalipun lebih baik baginya bila dia mengembalikan sisa tersebut
bila dia adalah orang yang berkecukupan ke Baituz Zakah atau kepada salah satu
pos penerima zakat.
7) Orang-orang berikut ini termasuk ke dalam
ibnu sabil dengan syarat dan ketentuan di atas:
- Penuntut ilmu dan pencari kesembuhan
(pengobatan).
- Para da’i ke jalan Allah Ta'ala.
- Orang-orang yang berperang di jalan Allah
Ta'ala.
- Orang-orang yang diusir dan dipindahkan
dari negeri mereka atau tempat tinggal
mereka. Atau minta suaka
- Para perantau yang hendak pulang kampung
namun tidak memiliki bekal.
- Orang-orang yang berhijrah yang berlari
menyelamatkan agama mereka yang dihalang-halangi untuk pulang ke negeri mereka
atau mengambil harta mereka.
- Orang-orang yang mengemban tugas dan para
wartawan yang berusaha mewujudkan kemaslahatan informasi syar’i.
- Tunawisma
- Anak buangan