Friday, June 7, 2013

Mustahiq dalam 4 Mahdzhab



Anita Putri Utami
1103571389
Al-Islam III/Akuntansi


Pembahasan dan Pendapat Empat Madzhab mengenai mustahiq.

Mustahiq adalah orang-orang yang berhak menerima zakat adalah hanya mereka yang telah ditentukan oleh Allah dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60.

1. Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali[2]
  • Imam Hanafi : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari satu nishob.
  • Imam Maliki : Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak mencukupi untuk keperluannya selama satu tahun.
  • Imam Syafi’i : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya dan tidak ada orang yang menanggungnya.
  • Imam Hambali : Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya
  • Dr. Yusuf Qardhawi: Orang yang tidak mempunyai harta dan usaha sama sekali, atau mempunyai harta atau usaha tetapi tidak mencukupi untuk diri sendiri dan keluarganya ( penghasilan tidak memenuhibseparuhbatau kurang dari kebutuhan)mata pencaharian, tetapi penghasilannya tidak mencapai separuh dari yang dibutuhkannya.

2. Miskin adalah orang yang mempunyai sedikit harta untuk dapat menutupikebutuhannya , akan tetapi tidak mencukupi.[3]
  • Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
  • Imam Maliki : Orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
(menurut keduanya orang miskin ialah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk
dari orang faqir )[4]
·      Imam Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
·      Imam Hambali : Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
·      Dr. Yusuf Qardhawi: Orang yang mempunyai mata pencaharian, dan penghasilannya mencapai separuh atau lebih dari yang dibutuhkan, namun belum mencukupinya.

3. Amil menurut kesepakatan semua Imam Madzhab, adalah orang yang bertugas mengurus dan membagikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Dengan syarat: - mengerti tentang zakat
 - dapat dipercaya.



4. Muallaf adalah orang yang baru masuk islam dan asih lemah imannya.[6]
  • Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak zaman kholifah Abu Bakar As-Shiddiq.
·      Imam Maliki : Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu
1. Orang kafir yang ada harapan masuk islam.
2. Orang yang baru memeluk islam.
·      Imam Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang muallaf,
1. Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya.
2. Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya dengan harapan orang  disekitarnya akan masuk islam.
  • Imam Hambali : Muallaf adalah orang islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan masuk islam karena pengaruhnya.

5. Riqob adalah memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
  • Imam Hanafi : Riqob adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lainnya.
  • Imam Maliki : Riqob adalah hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
  • Imam Syafi’i : Riqob adalah hamba (budak) yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya.
  • Imam Hambali : Riqob adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya.
  • Menurut H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia dalam Panduan Pintar Zakat, yang dimaksud hamba sahaya yang disuruh menebus dirinya ialah seorang budak hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh memerdekakan dirinya dengan syarat harus menebusnya atau membayarnya dengan sejumlah harta tertentu. Hamba ini diberi zakat sekadar untuk memerdekakan dirinya. Namun, mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur). Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan dan membantu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya.

6. Ghorimin adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.

  • Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang yang mempunyai hutang, sedangkan hartanya diluar hutang tidak cukup satu nishob. Dan ia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
  • Imam Maliki : Ghorimin adalah orang yang berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya. Dan diberi zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
  • Imam Syafi’i : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,[7]
- orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
- orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
- orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.
  • Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian tentang ghorimin yaitu,
- orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
- orang yang berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia sudah bertaubat.
  • Yusuf al Qaradhawi mengemukakan salah satu kelompok yang termasuk gharimin adalah Berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri

1. kelompok pertama, adalah orang yang mendapatkan berbagai bencana dan musibah, baik pada dirinya maupun hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk meminjam bagi dirinya dan keluarganya. Dalam sebuah riwayat di kemukakan oleh Imam Mujahid, ia berkata, tiga kelompok orang yang termasuk mempunyai utang: orang yang hartanya terbawa banjir, orang yang hartanya musnah terbakar, dan orang yang mempunyai keluarga akan tetapi tidak mempunyai harta sehingga ia berutang untuk menafkahi keluarganya itu.

2. Kelompok kedua adalah kelompok orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. Misalnya orang yang terpaksa berutang karena sedang mendamaikan dua pihak atau dua orang yang sedang bertentangan, yang untuk penyelesaiannya membutuhkan dana yang cukup besar. Atau orang yang dan kelompok orang yang memiliki usaha kemanusiaan yang mulia, yang terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan usaha lembaganya. Misalnya yayasan sosial yang memelihara anak yatim, orang-orang lanjut usia, orang-orang fakir, panitia pembangunan masjid, sekolah, perpustakaan, pondok pesantren dan lain sebagainya.
* Sumber: Oleh: KH. Didin Hafidhuddin (Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional) dan Hukum Zakat
 
 7. Fisabilillah adalah orang yang berada dijalan Allah.[8]
  • Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara yang berperang pada jalan Allah.
  • Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara, mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
  • Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
  • Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara yang tidak mendapat gajidari pemerintah.
  • para ulama yang lain cenderug meluaskan makna fi sabilillah, tidak hanya terbatas pada peserta perang pisik, tetapi juga untuk berbagai kepentingan dakwah yang lain.Di antara yang mendukung pendapat ini adalah Syeikh Muhammad Rasyid Ridha, Dr. Muhammad `Abdul Qadir Abu Farisdan Dr. Yusuf Al-Qradawi.
Dasar pendapat mereka juga ijtihad yang sifatnya agak luas serta bicara dalam konteks fiqih prioritas. Di masa sekarang ini, lahan-lahan jihad fi sabilillah secara pisik boleh dibilang tidak terlalu besar. Sementara tarbiyah dan pembinaan umat yang selama ini terbengkalai perlu pasokan dana besar. Apalagi di negeri minoritas muslim seperti di Amerika, Eropa dan Australia.
-       Siapa yang akan membiayai dakwah di negeri-negeri tersebut, kalau bukan umat Islam. Dan bukankah pada hakikatnya perang atau pun dakwah di negeri lawan punya tujuan yang sama, yaitu menyebarkan agama Allah SWT dan menegakkannya.
-       Kalau yang dibutuhkan adalah jihad bersenjata, maka dana zakat itu memang diperluakan untuk biaya jihad. Tapi kalau kesempatan berdakwah secara damai di negeri itu terbuka lebar, bagaimana mungkin biaya zakat tidak boleh digunakan.
-       Membantu para du'at Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi Islam di mana kekuatan itu dibantu oleh para thaghut dan orang-orang murtad, adalah jihad fi sabilillah.
-       Termasuk di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan para pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya pendidikan seorang calon kader dakwah/ da`i yang akan diprintasikan hidupnya untuk berjuang di jalan Allah melalui ilmunya adalah jihad fi sabilillah

8. Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.[9]
  • Imam Hanafi : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya.
  • Imam Maliki : Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan syarat perjalanannya bukan untuk maksiat

  • Imam Syafi’i : Ibnu Sabil adalah orang yang mengadakan perjalanan yang bukan maksiat tetapi dengan tujuan yang sah.
  • Imam Hambali : Ibnu Sabil adalah orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang halal.
  • Fatwa an-Nadwah li Qadhaya az-Zakah al-Muashirah kesembilan terkait dengan Ibnu Sabil:
1)     Ibnu sabil adalah musafir dalam arti yang sebenarnya, sejauh apa pun jarak  perjalanannya, yang membutuhkan bekal karena hilangnya harta atau habisnya bekal, sekalipun dia adalah orang kaya di negerinya.
2)     Syarat memberikan zakat kepada ibnu sabil adalah:
- Hendaknya perjalannya bukan perjalanan maksiat.
- Hendaknya dia tidak bisa mendapatkan hartanya.
3)     Ibnu sabil diberi sesuai dengan hajatnya berupa bekal, perhatian dan penginapan, biaya perjalanan ke tempat yang dituju kemudian pulang ke negerinya.
4)     Ibnu sabil tidak dituntut untuk menghadirkan bukti atas lenyapnya harta dan habisnya nafkah, kecuali bila keadaannya tidak menunjukkan hal itu.
5)     Ibnu sabil tidak wajib berhutang sekalipun ada orang yang mau memberinya hutang, dia juga tidak wajib untuk bekerja sekalipun mampu bekerja.
6)     Ibnu sabil tidak wajib mengembalikan sisa bekal di tangannya dari harta zakat saat dia sudah tiba di negerinya dan hartanya, sekalipun lebih baik baginya bila dia mengembalikan sisa tersebut bila dia adalah orang yang berkecukupan ke Baituz Zakah atau kepada salah satu pos penerima zakat.
7)     Orang-orang berikut ini termasuk ke dalam ibnu sabil dengan syarat dan ketentuan di atas:
-     Penuntut ilmu dan pencari kesembuhan (pengobatan).
-     Para da’i ke jalan Allah Ta'ala.
-     Orang-orang yang berperang di jalan Allah Ta'ala.
-     Orang-orang yang diusir dan dipindahkan dari negeri mereka atau tempat  tinggal mereka. Atau minta suaka
-     Para perantau yang hendak pulang kampung namun tidak memiliki bekal.
-     Orang-orang yang berhijrah yang berlari menyelamatkan agama mereka yang dihalang-halangi untuk pulang ke negeri mereka atau mengambil harta mereka.
-     Orang-orang yang mengemban tugas dan para wartawan yang berusaha mewujudkan kemaslahatan informasi syar’i.
-     Tunawisma
-     Anak buangan