Friday, April 19, 2013

Bab:Fatwa



1. MenurutEnsiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam  yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat.

2.Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

3.Lembaga Keuangan Syariah adalah: badan usaha yang kekayaan utamanya berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalamsurat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti: simpanan, asuransi,investasi, pembiayaan, dll.

produk keuangan Syariah, antara lain:
1.Al-wadiah 
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yanglain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikankapan saja si penitip menghendakinya. Aplikasinya dalam produk perbankan, dimana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yangdalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi,semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminankeamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain.

2.Al-Mudharabah 
Al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadipengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, makapengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabahditerapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja. Dengan menempatkandana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bungaseperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan.Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modaluntuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagihasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahuluperkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut.



3.Al-Musyarakah
Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatuusaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal.Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuaidengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Andamemiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisamenggunakan produk al-musyarakah ini.Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-samamemberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankanusaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan denganpembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional,pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.

4.Al-Murabahah
Dalam sistem, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahankeuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal iniharus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkatkeuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektorperbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah.Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yangdiistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda.Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan,maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap.

4.         Dewan Syariah Nasional (DSN)  adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui Dewan Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS).
DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.
Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.





5. Tugas dan Wewenang DSN dan DPS :
Tugas DSN :
* Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana.
* Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
* Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
* Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI.
* Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
* Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
* Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
* Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Tugas DPS :
1.Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2.Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3.Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4.DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN


6. Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah MENURUT DSN No.1/DSN/MUI/IV/2000
  1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
  2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
  3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
  4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
  5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
  6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah MENURUT DSN No.1/DSN/MUI/IV/2000
1.Bersifat titipan.
2.Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
3.Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
7.PengertianQardh
Qardh secara bahasa, berarti al qot`u yang berarti pemotongan. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut qardh, karena merupakan “potongan” dari harta orang yang memberikan utang. Ini termasuk penggunaan ism masdar (gerund = noun verbal ) untuk menggantikan ism maf`’ul.
Secara syar`i menurut hanafiyah, adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan kata lain suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.
8.FATWA TENTANG AL-QARDH
Ketentuan Umum al-Qardh
1.Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2.Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3.Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
a.memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b.menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
9. Sanksi :
1.Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengem-balikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan.
3.Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.



10.Pengrtian Rahn (gadai)
menurut istilah ialah penahanan terhadap suatu barang sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi menurut ulamahanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapatdijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.

11. Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002: Rahn
Pertama: Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Kedua: Ketentuan Umum
  1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
  4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan Marhun
    • Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
    • Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
    • Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
    • Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
Ketiga: Ketentuan Penutup
  1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya
12.Pengertian Al-Sharf
Al-Sharf secara bahasa berarti al-Ziyadah (tambahan) dan al'adl (seimbang).[1] Ash-Sharf kadang-kadang dipahami berasal dari kata Sharafa yang berarti membayar dengan penambahan.[2] Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba'i Sharf adalah menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas).


13.Fatwa DSN 28/DSN-MUI/III/2002: Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
  2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
  3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
  4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
14.Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
  1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari) dan merupakan transaksi internasional.
  2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
  3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
  4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga:
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
15. Fatwa DSN 40/DSN-MUI/X/2003: Pasar Modal & Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari'ah di Bidang Pasar Modal
Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan :
  1. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
  2. Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.
  3. Efek Syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.
  4. Shariah Compliance Officer (SCO) adalah Pihak atau pejabat dari suatu perusahaan atau lembaga yang telah mendapat sertifikasi dari DSN-MUI dalam pemahaman mengenai Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
  5. Pernyataan Kesesuaian Syariah adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu Efek Syariah bahwa Efek tersebut sudah sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
  6. Prinsip-prinsip Syariah adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI, baik ditetapkan dalam fatwa ini maupun dalam fatwa terkait lainnya.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DI BIDANG PASAR MODAL
Pasal 2
Pasar Modal
  1. Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis Efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan Syariah apabila telah memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.
  2. Suatu Efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah.
BAB III
EMITEN YANG MENERBITKAN EFEK SYARIAH
Pasal 3
Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik
  1. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
  2. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1 di atas, antara lain:
    • perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
    • lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
    • produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
    • produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
    • melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya;
  3. Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek Syariah wajib untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
  4. Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah Compliance Officer.
  5. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
BAB IV
KRITERIA DAN JENIS EFEK SYARIAH
Pasal 4
Jenis Efek Syariah
  1. Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
  2. Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
  3. Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
  4. Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
  5. Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
  6. Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.
BAB V
TRANSAKSI EFEK
Pasal 5
Transaksi yang Dilarang
  1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
  2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:
    • Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
    • Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
    • Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
    • Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
    • Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan
    • Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain;
    • Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
Pasal 6
Harga Pasar Wajar
Harga pasar dari Efek Syariah harus mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan Efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.
BAB VI
PELAPORAN DAN KETERBUKAAN INFORMASI
Pasal 7
Dalam hal DSN-MUI memandang perlu untuk mendapatkan informasi, maka DSN-MUI berhak memperoleh informasi dari Bapepam dan Pihak lain dalam rangka penerapan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
  1. Prinsip-prinsip Syariah mengenai Pasar Modal dan seluruh mekanisme kegiatan terkait di dalamnya yang belum diatur dalam fatwa ini akan ditetapkan lebih lanjut dalam fatwa atau keputusan DSN-MUI.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Pengertian akuntansi menurut literatur Islam akuntansi (muhasabah) didefinisikan “suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut membantu pengambilan keputusan yang tepat
Pemakai informasi akuntansi syariah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Pihak Intern
Pihak yang menyelenggarakan usaha dan berhubungan langsung dengan perusahaan.
Pihak-pihak intern, antara lain:
a. manajemen puncak
b. manajer divisiManajer perusahaan menggunakan akuntansi untuk menyusun perencanaan perusahaannya, mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usaha mencapai tujuan, dan melakukan tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan.
c. staf akuntansi
d. karyawan
2. Pihak Ekstern
Pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tetapi tidak terlibat secara langsung dalam
membuat berbagai keputusan dan kebijakan operasional perusahaan.
Pihak-pihak ekstern antara lain:
a. investor/pemilik
Para investor melakukan penanaman modal dalam perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapannya. Oleh karena itu, sebelum melakukan penanaman modal, mereka mengevaluasikan pendapatan yang diperkirakan akan dapat diperoleh dari investasinya.
b. kreditor
Bagi kreditur hanya bersedia memberikan kredit kepada calon penerima kredit yang dipandang mampu mengembalikan bunga dan mengembalikan kredit tepat pada waktunya. Oleh karena itu, calon kreditur harus menilai kemampuan keuangan calon pengambil kredit dengan meminta laporan keuangan calon nasabah untuk dinilai.
c. pelanggan
d. pemasok
e. pemerintah
f. masyarakat umum
Secara umum, laporan keuangan untuk Bank Syariah dijelaskan sebagai berikut:

1. Laporan keuangan yang menggambarkan fungsi Bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya dengan tidak memandang tujuan Bank Islam itu dari masalah investasinya. Apakah ekonomi atau social. Mekanisme investasi yang digunakan terbatas hanya kepada beberapa cara yang diperbolehkan syariah. Karenanya, laporan keuangan meliputi:

a. Laporan Posisi Keuangan
b. Laporan Laba Rugi
c. Laporan Arus Kas
d. Laporan Laba ditahan / Laporan perubahan pada saham pemilik

2. Sebuah laporan keuangan yang menggambarkan perubahan dalam investasi terbatas, yang dikelola oleh Bank Islam untuk kepentingan masyarakat, baik berdasarkan kontrak mudharabah/kontrak perwakilan. Laporan semacam ini akan dirujuk sebagai “Laporan Perubahan dalam Investasi Terbatas”.

3. Laporan keuangan yang menggambarkan peran Bank Islam sebagai fiduciary dari dana yang tersedia untuk jasa sosial ketika jasa semacam itu diberikan melalui dana terpisah
a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat dan dana social
b. Laporan sumber dan penggunaan dana Qardh.






No comments:

Post a Comment